‘Di kandang kerbau menguak, di kandang kambing mengembik’. Ketika menulis surat kepada raja-raja di Nusantara, para pejabat tinggi dari Eropa berusaha menyesuaikan diri dengan adat setempat, seperti dibuktikan oleh surat bersungging ini dari Gubernur Jenderal Reynier de Klerk kepada Sultan Muhammad Bahauddin di Palembang, tertanggal tahun 1782.
Semua aturan surat menyurat dalam bahasa Melayu ditaati, misalnya, letak cap dan kepala surat dengan kaligrafi yang indah, sampul yang terbuat dari sutera kuning, dan ucapan-ucapan selamat. Namun demikian, bahasa basa-basi itu tidak dapat menyelubungi nada tidak senang yang tersirat pada ‘warkat tulus dan ikhlas’ ini, disebabkan perselisihan mengenai persetujuan perdagangan.
Berbeda dengan surat-surat yang lain yang dipamerkan, surat ini ditulis di atas kertas buatan Asia, yang terbuat dari serabut goni, dan kemungkinan besar surat ini ditulis di atas kertas berhias yang sudah jadi yang diimpor dari India.
Wallahu a’lam
***Sumber: Surat Emas: Budaya Tulis di Indonesia; Annabel Teh Gallop & Bernard Arps; Yayasan Lontar
(Visited 102 times, 1 visits today)
Surat Gubernur Jenderal Belanda kepada Sultan Palembang, 1782